Kamis, 03 Agustus 2017

Turing sendirian di event Yadnya Kasada - Bromo 2017 (part 2)


Malam menjelang, aku mulai mengarahkan motor ke arah Pura Agung Poten. Pura yang tengah malam nanti menjadi pusat kegiatan upacara Yadnya Kasada. Sungguh suasananya bak pasar malam, deretan puluhan warung - warung dadakan milik warga Tengger seolah menjamur ditengah padang pasir yang dingin.
Ratusan mobil dan motor terparkir dan berseliweran di sekitarnya. Aku mulai memilih tempat dimana aku bisa dengan nyaman menikmati malam ini.
Setelah beberapa kali mencari tempat untuk parkir, akhirnya aku memutuskan berhenti di sebuah warung yang lokasinya agak di pinggir. It's time for coffee, masbro...


Sambil menyeruput white coffee, kudekati sang pemilik warung. Cak Mulyoto namanya. Kubilang sama dia, aku mau nitip motor dan numpang menggelar matras untuk tidur di belakang warungnya. Kusodori uang 30 ribu, cak Mul sumringah.
"Malam ini sampai besok pagi, aku makan, minum, ngopi, dll di warung sampeyan Cak. Totalannya besok pagi.."
"Beres Boss.." jawab Cak Mul enteng.
Aman sudah... 

Di warung Cak Mulyoto

Menjelang tengah malam kabut tebal menyelimuti. Jaket rangkap dua plus sarung ternyata bukan lawan seimbang bagi suhu dini hari di lautan pasir Bromo yang menurut perkiraanku ada di kisaran 8° - 10° C.
Untung tadi aku sudah sempat beli 2 tas kresek arang buat jaga-jaga.
Suara gamelan dan prosesi upacara jelas kudengar. Tapi selimut kabut dingin ini bikin aku gak bisa fokus mengikuti. Apalagi tidur, jelas nggak bisa..


Pagi ...



Bromo is about Tradition, Jeep and Horse


Waktunya uji stamina,  lihat moment labuh sesaji di puncak kawah. 

Kabut masih menutupi lautan pasir


Masih harus struggle menapaki anak tangga

Horse and mount Batok
(Waktu ambil gambar ini disebelahku ada rombongan 4 fotografer 'kota' yang juga membidik view yang sama. Di pundak mereka kiri kanan, pating grandol Gear - Gear kelas dewa. Sempat kulirik ada Mirrorles Leica M, Nikon D4S, Nikon D810, Fujifilm X-T2, Sony Alpha A7 mk2. Sementara lensanya, hmm.. panjang - panjang, warna putih plus ring-nya gold. Jiiaann.. asem tenan kok. Opo gak atusan yuto iku ? Kudu misuh - misuh ae)



Akhirnya sampai juga di puncak kawah

Para pemburu sesaji
Dari mulai hasil pertanian, makanan, uang, sampai ayam dan kambing, semua di persembahkan ke kawah Bromo




Jam 11 siang melewati lautan pasir sisi barat menuju pertigaan Dingklik. Tujuanku mau ke bukit Penanjakan.

Simpang Dingklik

View point bukit Penanjakan
2770 mdpl

Lho, kok sepi ?
Ternyata kabut tebal membuat view Bromo tidak bisa dinikmati dari ketinggian. Wah sayang banget. Padahal di spot ini jutaan foto spektakuler pernah dihasilkan. Foto - foto terindah gunung Bromo kebanyakan diambil dari titik yang kondang sebagai surganya Sunrise ini.


Waktu meluncur pulang, sengaja kupilih via trek Wonokitri - Tosari - Nongkojajar. Tapi waktu hendak masuk wonokitri sebelum pendopo, kulihat ada jalan bercabang kearah kiri. Jangan - jangan ini jalan yang mengarah ke desa Ngadiwono. Kutanyakan ke warga ternyata benar. Ah bikin penasaran, karena jalur ini belum pernah kulalui sebelumnya.

Desa Ngadiwono. Aspalnya Jooss...

Mistis tapi romantis..

Akhirnya setelah melewati desa Ngadiwono dan Ngadirejo kec Tosari, desa berikutnya adalah desa Sugro kec Tutur - Nongkojajar.

Sungai dengan view indah menjelang masuk desa Sugro - Tutur

Jam 14.30 masuk Nongkojajar. Ngantuk gak bisa ditahan, karena semalaman kedinginan gak bisa tidur. Akhirnya menepi ke sebuah pangkalan ojek, tidur..
Begitu bangun seharusnya setelah ini menuju Purwodadi, - Lawang - Singosari, tapi mengingat ini sudah sore dan kawasan Lawang - Singosari langganan macet, maka aku ambil jalan yang kearah Jabung. Ternyata lancar tralala. Kota Malang sudah terlewati, waktunya sekarang mampir SPBU di Singgoriti.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar